Penjualan Ritel AS Melambat Akibat Tekanan Inflasi dan Tarif

Data terbaru menunjukkan penjualan ritel AS hanya naik 0,2%. Pasar tenaga kerja melemah dan kesenjangan upah melebar jelang musim liburan. Simak analisisnya

Penjualan Ritel AS Melambat Akibat Tekanan Inflasi dan Tarif

Jakarta, Gotrade News - Laporan ekonomi terbaru dari Amerika Serikat menunjukkan adanya perubahan pola perilaku konsumen yang signifikan menjelang akhir tahun 2025.

Data menunjukkan bahwa masyarakat mulai menahan diri dalam berbelanja setelah sempat boros selama musim panas. Hal ini memberikan sinyal campuran bagi investor yang sedang memantau kesehatan ekonomi global.

Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa penjualan ritel hanya naik tipis sebesar 0,2% pada bulan September dari bulan sebelumnya. Angka ini menunjukkan penurunan momentum jika dibandingkan dengan lonjakan 0,6% pada bulan Juli dan Agustus, serta 1% pada bulan Juni.

Kenaikan harga kebutuhan pokok dan ketidakpastian ekonomi menjadi faktor utama yang mempengaruhi keputusan finansial rumah tangga di AS.

Tekanan Harga Mengubah Pola Konsumsi

Kenaikan angka penjualan ritel yang tipis ini sebagian besar didorong oleh kenaikan harga, bukan karena bertambahnya volume pembelian barang. Laporan tersebut mencatat bahwa konsumen AS mulai mengurangi pengeluaran karena terbebani oleh tingginya harga sewa tempat tinggal, bahan makanan, dan barang impor yang terkena dampak tarif.

Meskipun terjadi perlambatan secara umum, sektor restoran dan bar justru mencatatkan kenaikan penjualan sebesar 0,7%. Ini menunjukkan bahwa masih ada minat pada pembelanjaan diskresioner atau pengeluaran untuk keinginan, meskipun terbatas. Namun, penjualan di toko pakaian, elektronik, dan perlengkapan olahraga justru mengalami penurunan.

Data inflasi produsen juga menunjukkan tren yang perlu diperhatikan. Menurut Departemen Tenaga Kerja AS, harga grosir naik 0,3% pada bulan September dibandingkan bulan Agustus. Kenaikan ini didorong oleh lonjakan tajam biaya bensin.

Sementara itu, harga inti yang tidak termasuk makanan dan energi naik 0,1%. Para ekonom menilai angka ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi mulai mendingin meskipun masih berada di level yang tinggi.

Kesenjangan Ekonomi dan Pasar Tenaga Kerja

Salah satu temuan paling mencolok dari data terbaru ini adalah melebarnya kesenjangan antara kelompok pendapatan tinggi dan rendah. Data dari Bank of America Corporation menunjukkan bahwa pertumbuhan upah untuk sepertiga rumah tangga termiskin hanya mencapai 1% pada bulan Oktober dibandingkan setahun lalu. Sebaliknya, sepertiga rumah tangga terkaya menikmati kenaikan upah sebesar 3,7%.

Kesenjangan ini mempengaruhi pola belanja ritel secara langsung. Kelompok berpenghasilan tinggi menjadi pendorong utama pertumbuhan belanja. Sementara itu, pembeli berpenghasilan rendah lebih banyak mencari barang diskon dan memprioritaskan kebutuhan pokok.

Hal ini tercermin dalam laporan dari peritel besar seperti Walmart Inc. yang mencatat adanya pergeseran perilaku konsumen yang mencari nilai lebih ekonomis.

Di sisi lain, pasar tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang dapat menyeret turun belanja konsumen lebih jauh. Tingkat pengangguran naik menjadi 4,4% pada bulan September yang merupakan level tertinggi dalam hampir empat tahun.

Selain itu, laporan dari ADP menunjukkan bahwa perusahaan memangkas rata-rata 13.500 pekerjaan per minggu dalam periode empat minggu yang berakhir pada 8 November.

Seperti yang dijelaskan oleh Oliver Allen, seorang ekonom di Pantheon Macroeconomics, pasar tenaga kerja yang lesu dan tekanan pada pendapatan riil akibat kenaikan harga yang dipicu tarif menunjukkan bahwa perlambatan ini kemungkinan akan terus berlanjut. Jika kondisi lapangan kerja memburuk, daya beli masyarakat luas bisa semakin tertekan.

Prospek Musim Liburan dan Kebijakan The Fed

Meskipun ada tantangan makroekonomi, beberapa sektor ritel masih menunjukkan optimisme menjelang musim liburan musim dingin. Laporan keuangan dari Best Buy Co., Inc. menunjukkan revisi positif untuk perkiraan penjualan dan laba tahunan mereka. National Retail Federation memproyeksikan penjualan liburan tahun ini akan tumbuh moderat dan bisa menembus angka $1 triliun untuk pertama kalinya.

Data pendapatan rumah tangga juga menjadi sorotan penting. Sebuah laporan terpisah dari JPMorgan Chase & Co. Institute mengungkapkan bahwa pendapatan untuk rumah tangga tipikal telah kembali ke level yang terlihat pada awal 2010-an setelah resesi. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak keluarga memasuki akhir tahun dengan pertumbuhan pendapatan yang lemah dan saldo bank yang stagnan setelah disesuaikan dengan inflasi.

Kondisi inflasi yang melandai namun tetap tinggi ini memberikan kemungkinan bagi Federal Reserve untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga pada pertemuan bulan depan. Langkah ini diharapkan dapat menstimulasi ekonomi tanpa memicu kembali lonjakan harga yang tidak terkendali.

Bagi investor, situasi ini menuntut kehati-hatian dalam memilih sektor, dengan fokus pada perusahaan yang memiliki ketahanan terhadap fluktuasi daya beli konsumen.

Referensi:


Disclaimer

PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.

Read more