Masa Depan Dagang AS-Tiongkok di Tangan Trump dan Xi
Presiden Trump dan Xi Jinping akan bertemu membahas kesepakatan dagang. Isu panas seperti Taiwan, rare earths, dan kedelai menjadi agenda utama.

Dunia menantikan pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Keduanya dijadwalkan bertemu di sela-sela konferensi ekonomi di Korea Selatan minggu depan.
Harapan utamanya adalah tercapainya sebuah kesepakatan dagang yang "adil dan hebat", seperti yang diungkapkan Trump.
Namun, jalan menuju kesepakatan itu tidaklah mulus. Di balik optimisme tersebut, terdapat sejumlah isu krusial yang menjadi agenda utama.
Ini bukan hanya soal angka dan tarif, tetapi juga menyangkut mineral langka, komoditas pertanian, hingga isu geopolitik sepenting Taiwan. Mari kita bedah satu per satu apa saja yang menjadi agenda utama perundingan ini.
Harga Sebuah Kesepakatan Dagang
Inti dari ketegangan antara AS dan Tiongkok berpusat pada isu ekonomi. Trump secara spesifik menyoroti beberapa poin yang harus diselesaikan jika ingin kesepakatan tercapai. Poin-poin ini memiliki dampak langsung pada konstituen domestik yang kuat di AS.
Salah satu yang paling vokal disuarakan adalah soal kedelai. Menurut laporan The Business Times, tahun lalu Tiongkok membeli kedelai AS senilai US$12.6 miliar.
Namun, tahun ini angka tersebut menjadi nol karena Tiongkok beralih ke pemasok dari Amerika Selatan. Hal ini memberikan tekanan besar bagi para petani AS yang merupakan basis pendukung utama Trump.
Selanjutnya adalah isu rare earths atau tanah jarang. Ini adalah sekelompok mineral yang krusial untuk berbagai industri teknologi tinggi, mulai dari ponsel pintar hingga jet tempur.
Tiongkok mengancam akan memberlakukan kontrol ketat terhadap ekspor mineral ini, sebuah langkah yang disebut Trump sebagai "permainan" yang tidak ia inginkan.
Isu lainnya adalah Fentanyl, sebuah opioid sintetis. Trump menuduh Tiongkok gagal mengekang ekspor obat tersebut dan bahan bakunya, yang menurutnya berkontribusi pada krisis opioid di Amerika.
Meskipun Tiongkok telah memperketat kontrol, isu ini tetap menjadi ganjalan dalam hubungan kedua negara.
Taiwan Sebagai Posisi Tawar Strategis
Di luar isu perdagangan, ada satu topik yang sangat sensitif yaitu Taiwan. Trump mengantisipasi bahwa status pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu akan menjadi salah satu agenda pembahasan.
Seperti yang diberitakan Reuters dan The Business Times, Trump mengasumsikan Taiwan akan muncul dalam perundingan.
Meski begitu, Trump tampak meremehkan risiko konflik militer. Ia mengatakan, "Tiongkok tidak ingin melakukan itu," merujuk pada kemungkinan invasi ke Taiwan. Namun, ia juga mengakui bahwa Taiwan kemungkinan adalah "buah hati" bagi Xi.
Sikap ini sedikit kontras dengan pejabat perdagangannya sendiri. Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, mengambil sikap yang lebih keras. Menurut laporan Reuters, Greer menuduh Beijing terlibat dalam "paksaan ekonomi" yang lebih luas terhadap perusahaan-perusahaan di sektor industri kritis AS.
Dari sisi Taiwan, Kementerian Luar Negeri mereka menyatakan bahwa komunikasi dengan pihak AS berjalan "cukup lancar". Mereka akan terus memantau perkembangan untuk memastikan hubungan Taiwan-AS tetap stabil dan kepentingan mereka terjamin.
Optimisme di Tengah Ketegangan
Meskipun daftar masalahnya panjang, Trump berulang kali menyuarakan optimismenya. Ia menyatakan kepada wartawan bahwa setelah pertemuan di Korea Selatan, ia dan Tiongkok akan memiliki kesepakatan dagang yang sangat adil dan hebat.
Namun, optimisme ini dibayangi oleh tenggat waktu. Gencatan senjata dagang yang rapuh akan berakhir pada 10 November, dan Trump mengancam akan menaikkan tarif jika kesepakatan tidak tercapai pada 1 November.
Menurut Sun Chenghao, seorang peneliti dari Tsinghua University yang dikutip oleh The Business Times, fokus Trump pada isu-isu seperti kedelai dan Fentanyl adalah strategi.
Isu-isu ini sangat nyata dan beresonansi dengan basis pemilihnya di AS, memungkinkannya untuk mengklaim "kemenangan cepat yang dapat ditunjukkan".
Sementara itu, pihak Tiongkok melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa perang dagang tidak menguntungkan siapa pun. Mereka mendorong penyelesaian masalah melalui negosiasi atas dasar kesetaraan dan saling menghormati.
Referensi:
- Reuter, Trump downplays Taiwan risk in China talks, expects fair trade deal. Diakses pada 21 Oktober 2025
- The Business Times, Trump expects Taiwan on agenda for Xi meet, predicts trade deal. Diakses pada 21 Oktober 2025
- Featured Image: Shutterstock
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.