Liquidity Risk: Pengertian, Dampak, Cara Menghindarinya

Liquidity Risk: Pengertian, Dampak, Cara Menghindarinya

Dalam dunia investasi, banyak orang fokus pada keuntungan dan volatilitas harga. Namun, ada satu risiko penting yang sering diabaikan oleh pemula: liquidity risk.

Risiko ini muncul ketika kamu tidak bisa menjual aset dengan cepat tanpa harus menurunkan harga secara drastis. Liquidity risk sangat berbahaya karena bisa membuat investor terjebak di aset yang nilainya terus turun, tetapi sulit dilepas.

Artikel ini akan membahas apa itu liquidity risk, kenapa terjadi, dan bagaimana investor bisa menghindarinya.

Pengertian Liquidity Risk

Liquidity risk adalah risiko ketika aset sulit dijual atau dicairkan tanpa membuat harganya jatuh jauh dari nilai wajarnya.

Melansir Investopedia, risiko likuiditas terjadi ketika tidak ada cukup pembeli atau volume transaksi, sehingga investor harus "mengorbankan harga" untuk bisa keluar dari posisi.

Contoh sederhananya, kamu ingin jual, tetapi pasar tidak siap membeli di harga yang kamu mau.

Bagaimana Liquidity Risk Bisa Terjadi?

Ada beberapa penyebab utama kenapa likuiditas bisa menghilang:

1. Volume transaksi rendah

Aset dengan sedikit transaksi harian cenderung sulit dijual cepat. Contoh: penny stocks, saham small-cap tertentu, atau crypto berkapitalisasi kecil.

2. Spread bid–ask terlalu lebar

Selisih harga beli dan harga jual sangat besar. Semakin lebar spread, semakin besar kerugian saat ingin jual cepat.

3. Pasar sedang turun tajam

Saat market panic, banyak investor ingin menjual bersamaan sehingga pembeli hilang. Inilah momen ketika liquidity risk meningkat drastis.

4. Sentimen negatif terhadap sektor tertentu

Jika satu sektor sedang bermasalah, aset di sektor tersebut bisa sulit dijual.

5. Aset yang terlalu spesifik atau tidak populer

Instrumen seperti obligasi korporasi berisiko tinggi atau ETF niche cenderung kurang likuid.

Contoh Liquidity Risk dalam Dunia Nyata

Flash Crash atau panic selling

Saat pasar jatuh dalam, investor berebut keluar sehingga harga anjlok dan transaksi seret.

Saham berkapitalisasi kecil

Banyak saham small-cap tidak memiliki volume harian yang cukup untuk transaksi besar.

Crypto altcoin kecil

Banyak token mudah naik saat hype, tetapi sulit dijual ketika market koreksi.

Obligasi yang jarang diperdagangkan

Beberapa obligasi korporasi tidak memiliki pasar sekunder yang aktif.

Dampak Liquidity Risk bagi Investor

Bagi investor seperti kamu, dampak liquidity risk, antara lain:

1. Sulit keluar dari posisi saat harga turun

Ini risiko terbesar: kamu melihat harga turun, tetapi tidak ada pembeli di harga yang masuk akal.

2. Kerugian besar karena harus menjual "di bawah harga"

Saat likuiditas hilang, kamu mungkin harus menjual jauh di bawah harga pasar.

3. Portofolio tidak fleksibel

Sulit melakukan rebalancing ketika aset tidak likuid.

4. Biaya transaksi lebih tinggi

Spread bid–ask yang lebar berarti kerugian tambahan saat jual-beli.

5. Risiko psikologis meningkat

Investor bisa panik ketika mengetahui instrumennya sulit dijual di tengah tekanan pasar.

Aset yang Biasanya Paling Rentan Liquidity Risk

  • Saham small-cap
  • Penny stocks
  • ETF dengan volume rendah
  • Obligasi korporasi berisiko
  • Aset alternatif seperti seni, collectibles, atau instrumen privat

Aset blue chip, ETF besar, dan instrumen pasar luas biasanya jauh lebih likuid.

Cara Mengetahui Likuiditas Suatu Aset

Ikuti beberapa checklist berikut:

  • Lihat volume transaksi harian: Semakin tinggi volume, semakin likuid.
  • Periksa bid–ask spread: Spread sempit = likuid, spread lebar = tidak likuid.
  • Cek ukuran pasar (market cap): Market cap besar biasanya likuid karena banyak partisipan.
  • Amati volatilitas ekstrim: Harganya mungkin tidak stabil karena likuiditas rendah.
  • Lihat data order book: Jika ada gap besar antara antrian beli dan jual, aset tersebut berisiko likuiditas.

Cara Mengurangi Liquidity Risk

Prioritaskan aset likuid

Saham blue chip, ETF indeks besar, dan obligasi pemerintah lebih aman dari sisi likuiditas.

Jangan berat ke aset yang tidak likuid

Walaupun potensi return besar, risikonya juga tinggi saat pasar turun.

Selalu cek volume sebelum membeli

Jika volume terlalu kecil, pertimbangkan ulang.

Siapkan dana cadangan

Cash equivalents penting agar kamu tidak terpaksa menjual aset yang tidak likuid saat butuh dana.

Hindari masuk ke aset hype tanpa fundamental

Aset yang viral biasanya likuid hanya saat ramai, tetapi menghilang saat sentimen negatif muncul.

Gunakan position sizing yang bijak

Posisi kecil lebih mudah dijual daripada posisi besar pada aset berlikuiditas rendah.

Contoh Portofolio yang Lebih Tahan Terhadap Liquidity Risk

Misalkan kamu memiliki portofolio Rp 10 juta, struktur berikut lebih aman:

  • 40 persen ETF pasar luas
  • 20 persen saham blue chip AS
  • 20 persen sektor defensif
  • 10 persen short-term bonds
  • 10 persen cash equivalents

Dengan komposisi ini, mayoritas aset memiliki likuiditas tinggi sehingga portofolio lebih mudah disesuaikan saat kondisi berubah.

Kesimpulan

Liquidity risk adalah risiko ketika investor tidak dapat menjual aset dengan cepat tanpa menderita kerugian besar. Risiko ini sering muncul pada aset dengan volume rendah, spread lebar, atau saat pasar panik.

Untuk mengelola liquidity risk, investor perlu memilih instrumen yang likuid, menghindari konsentrasi berlebihan pada aset berisiko tinggi, serta menyiapkan cadangan dana agar tidak terpaksa menjual dalam kondisi buruk.

FAQ

Apa itu liquidity risk?

Risiko ketika aset sulit dijual cepat tanpa harus menurunkan harga secara signifikan.

Aset apa yang biasanya memiliki likuiditas rendah?

Small-cap stocks, altcoin kecil, obligasi korporasi tertentu, dan ETF volume rendah.

Bagaimana cara mengurangi risiko likuiditas?

Dengan memilih aset likuid, menghindari overweight, dan mengecek volume serta spread sebelum membeli.

Disclaimer

PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.

Read more