Laba HSBC Jatuh 14%, Analis Waspadai Krisis Shadow Banking
Laba HSBC turun 14% akibat kasus Madoff dan properti China. Bank juga waspada dampak krisis 'shadow banking' yang berisiko sistemik
Laba HSBC baru saja dilaporkan turun 14%, namun di balik angka tersebut, ada dua cerita besar yang perlu kamu pahami.
Pertama adalah masalah lama yang kembali menghantui, dan kedua adalah potensi krisis baru yang sedang diawasi ketat oleh para bankir global.
Mari kita bedah satu per satu.
Laba HSBC Tertekan Provisi Madoff dan Properti China
HSBC melaporkan penurunan laba sebelum pajak sebesar 14% menjadi $7,3 miliar untuk tiga bulan hingga 30 September, menurut laporan The Guardian.
Angka ini turun dari $8,5 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, bank mengambil provisi atau dana cadangan sebesar $1,1 miliar terkait skandal ponzi Bernard Madoff tahun 2009.
HSBC menyediakan layanan administratif untuk sejumlah dana yang berinvestasi dengan Madoff Securities, seperti dilaporkan The Guardian.
Chief Financial Officer (CFO) HSBC, Pam Kaur, mengatakan kepada jurnalis bahwa kasus ini kompleks dan penyelesaiannya bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Faktor kedua adalah cadangan tambahan $1 miliar untuk mengatasi dampak perlambatan real estate di China dan Hong Kong, yang telah meningkatkan kredit macet di sektor perbankan.
Meskipun biaya operasional membengkak, The Guardian mencatat ada sisi positif di mana pendapatan bunga bersih naik 15% dan pendapatan biaya bersih naik 12%.
'Shadow Banking' Menjadi Kekhawatiran Baru
Selain isu laba, perhatian para eksekutif bank tertuju pada "shadow banking" atau perbankan bayangan.
Ini adalah istilah untuk pinjaman yang diberikan oleh lembaga non-bank, seperti perusahaan private equity.
Kekhawatiran ini memuncak setelah runtuhnya produsen suku cadang mobil AS First Brands dan pemberi pinjaman mobil subprime Tricolor, yang keduanya sangat bergantung pada kredit swasta, menurut The Telegraph.
Masalah utamanya adalah kurangnya transparansi di pasar senilai $3 triliun ini.
Bank for International Settlements (BIS) memperingatkan bahwa banyak dari investasi ini "tidak jelas" dan menggunakan "peringkat pribadi" yang tidak dapat diperiksa regulator, seperti ditulis The Telegraph.
Pam Kaur dari HSBC menyatakan bahwa eksposur langsung banknya ke industri ini kecil.
Namun, dia khawatir tentang "risiko orde kedua dan ketiga", yaitu risiko tidak langsung dari rekanan (counterparties) yang mungkin terkena dampak jika terjadi krisis di industri ini.
Peringatan serupa datang dari Bank of England dan IMF, yang khawatir akan efek domino ke sistem keuangan jika terjadi penurunan, menurut The Guardian.
Para Bankir Terbelah Soal Risiko Sistemik
Meskokpun begitu, tidak semua bankir setuju bahwa krisis besar akan segera terjadi.
Jamie Dimon, CEO JPMorgan Chase & Co., memperingatkan, "Ketika kamu melihat satu kecoa, mungkin ada lebih banyak lagi," lapor The Telegraph.
JPMorgan Chase & Co. sendiri mencatat kerugian $170 juta dari eksposurnya ke Tricolor.
Barclays PLC juga mengungkapkan eksposurnya sebesar £20 miliar, meskipun mereka meremehkan risikonya, catat The Guardian.
Di sisi lain, David Solomon, CEO The Goldman Sachs Group, Inc., meredam kekhawatiran tersebut.
Dia mengatakan kepada Bloomberg TV bahwa kebangkrutan baru-baru ini adalah "peristiwa istimewa" dan bukan tanda-tanda krisis sistemik, lapor The Telegraph.
Terlepas dari perdebatan tersebut, CEO HSBC Georges Elhedery menyatakan banknya tetap fokus untuk menjadi "bank yang lebih sederhana, lebih gesit, dan fokus."
Referensi:
- The Telegraph, HSBC on alert over fears of shadow banking crisis. Diakses pada 29 Oktober 2025
- The Guardian, HSBC warns it could take years to settle Madoff case as bank takes $1.1bn hit. Diakses pada 29 Oktober 2025
- Featured Image: Shutterstock
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.