8 Cara Menghindari Anchoring Bias pada Harga Saham
Pernah melihat saham berada di 150 dolar dan sekarang turun menjadi 90 dolar? Beberapa trader mungkin langsung menganggapnya murah hanya karena pernah lebih tinggi. Fenomena ini disebut anchoring bias, yaitu kecenderungan terpaku pada satu angka acuan sehingga mengabaikan kondisi fundamental atau tren terkini.
Anchoring bias membuat investor salah menilai valuasi, salah mengukur risiko, dan sering membeli saham yang sebenarnya masih dalam tren turun.
Makanya, dalam artikel ini, akan dibahas penyebab anchoring bias, dampaknya pada keputusan investasi, serta cara menghindari anchoring bias secara praktis.
Anchoring Bias
Anchoring bias adalah kecenderungan psikologis ketika seseorang terpaku pada angka referensi tertentu, misalnya harga lama, harga tertinggi sebelumnya, atau harga beli awal. Akibatnya, keputusan investasi menjadi tidak objektif.
Menurut The Decision Lab, anchoring membuat investor memakai "harga acuan pertama" sebagai penilaian yang tidak logis meskipun data terbaru sudah berubah.
Anchoring bias sering muncul saat saham volatil, terutama ketika investor mencoba menjustifikasi bahwa harga akan "kembali seperti dulu".
Kenapa Investor Sering Terjebak Anchoring Bias
Ada beberapa penyebab umum bias ini muncul.
1. Melihat harga lama sebagai patokan nilai
Investor menganggap harga lama adalah harga "normal", padahal kondisi bisnis bisa berubah total.
2. Trauma harga beli pertama
Jika pernah beli di harga tinggi, investor berharap harga kembali ke titik tersebut.
3. Terpaku pada all time high
Banyak pemula berpikir "pasti bisa balik", padahal perusahaan bisa saja sudah memasuki fase penurunan.
4. Informasi lama lebih melekat dibanding data baru
Manusia secara alami mengingat angka awal lebih kuat dibanding angka yang muncul belakangan.
5. Terlalu banyak analisis dari media sosial
Banyak opini online yang menyebut saham "murah" hanya karena turun jauh dari puncaknya.
Dampak Anchoring Bias pada Keputusan Investasi
Bias ini bisa menyebabkan beberapa kesalahan besar, melansir CNBC.
1. Salah menilai apakah saham mahal atau murah
Harga yang turun bukan berarti valuasi menarik. Fundamental perusahaan bisa menurun drastis.
2. Masuk terlalu cepat saat downtrend
Hanya karena "turun banyak", investor merasa harga pasti rebound.
3. Menahan saham rugi terlalu lama
Investor berharap harga kembali ke titik beli awal.
4. Mengabaikan data terbaru
Earnings, prospek bisnis, dan sentimen pasar sering tidak diperhitungkan.
5. Risiko besar pada portofolio
Anchoring membuat alokasi modal tidak rasional.
Cara Menghindari Anchoring Bias pada Harga Saham
Berikut strategi praktis agar keputusan investasi tetap objektif.
1. Fokus pada data terbaru, bukan harga lama
Saham tidak diukur dari harga masa lalu, tetapi dari nilai perusahaan saat ini.
Periksa:
- Pertumbuhan pendapatan
- Margin keuntungan
- Neraca perusahaan
- Guidance manajemen
Jika data makin buruk, harga lama tidak relevan.
2. Gunakan valuasi, bukan angka acuan
Hindari berpikir "dulu 200 dolar, sekarang 120 dolar, berarti murah".
Gunakan valuasi seperti:
- Price to earnings
- Price to sales
- EV to EBITDA
Valuasi memberikan gambaran objektif, bukan emosional.
3. Buat aturan entry berbasis struktur harga
Gunakan price action:
- Breakout
- Higher low
- Konfirmasi volume
Entry berdasarkan struktur jauh lebih akurat daripada berdasarkan harga sejarah.
4. Gunakan jurnal untuk mencatat alasan beli
Catat:
- Kenapa ingin masuk
- Data yang mendukung
- Risiko yang diambil
Jurnal membantu melihat apakah keputusan berdasarkan data atau semata angka acuan.
5. Gunakan skenario "bagaimana jika perusahaan tidak kembali ke harga lama"
Tanyakan:
- Apakah bisnis masih layak?
- Apakah kompetitor lebih unggul?
- Apakah tren sektornya berubah?
Menilai tanpa ekspektasi kembali ke harga lama membuat keputusan lebih realistis.
6. Hindari melihat chart timeframe terlalu kecil
Timeframe kecil membuat investor fokus pada level harga tertentu dan lupa melihat gambaran besar.
Gunakan:
- Daily
- Weekly
Timeframe besar menunjukkan tren sebenarnya.
7. Gunakan alert harga, bukan pantauan manual
Alert membantu kamu objektif saat melihat pergerakan harga, bukan terpaku pada "level psikologis" tertentu.
8. Bandingkan perusahaan dengan kompetitor
Jika harga turun, tanyakan:
- Apakah kompetitor juga turun
- Siapa yang punya fundamental lebih kuat
Perbandingan objektif membantu lepas dari angka acuan yang tidak relevan.
Risiko jika Anchoring Bias Tidak Dihindari
Dalam jangka panjang, bias ini bisa merusak portofolio.
1. Menumpuk saham rugi berbulan-bulan
Hanya karena menunggu "balik lagi".
2. Salah isi portofolio
Alokasi modal tidak realistis.
3. Analisis jadi tidak objektif
Lebih percaya harga lama daripada data terbaru.
4. Kerugian membesar saat tren turun
Pasar tidak menunggu investor sadar.
Tips Jaga Objektivitas
1. Langsung cek laporan keuangan terbaru
Agar fokus pada data, bukan kenangan harga.
2. Jangan menilai saham hanya dari penurunan persentase
Turun 70 persen tidak otomatis murah.
3. Benchmark dengan ETF sektoral
Untuk melihat apakah penurunan disebabkan faktor industri atau perusahaan itu sendiri.
Kesimpulan
Anchoring bias membuat investor terpaku pada harga lama dan mengabaikan kondisi terbaru.
Dengan fokus pada data, menggunakan valuasi objektif, memakai jurnal, membandingkan dengan kompetitor, serta mengamati timeframe besar, investor dapat membuat keputusan lebih sehat dan terhindar dari jebakan psikologis ini.
Harga lama tidak menentukan nilai; yang menentukan adalah kinerja bisnis saat ini.
Ingin belajar investasi tanpa bias psikologis?
Mulai investasi saham AS dari US$1 di Gotrade, deposit mulai US$5, dan buat keputusan lebih objektif dengan akses trading 24 jam/5 hari.
FAQ
1. Apa itu anchoring bias?
Bias ketika investor terpaku pada harga lama sebagai acuan utama penilaian.
2. Kenapa anchoring bias berbahaya?
Karena membuat keputusan investasi tidak objektif dan mengabaikan data terbaru.
3. Bagaimana cara menghindari anchoring bias?
Gunakan analisis fundamental, valuasi objektif, jurnal, dan disiplin membaca data terkini.
Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.