Burn Rate adalah: Cara Ukur agar Portofolio Tetap Sehat
Dalam dunia startup, burn rate biasanya dipakai untuk menghitung seberapa cepat perusahaan menghabiskan uang. Namun dalam konteks investasi dan trading, burn rate bisa diadaptasi menjadi konsep yang sangat berguna: seberapa besar kerugian yang masih bisa kamu tanggung tanpa membuat kondisi finansial atau psikologismu runtuh.
Dengan memahami burn rate pribadi, kamu bisa menjaga portofolio tetap sehat, mengatur risiko lebih baik, dan menghindari keputusan panik saat pasar bergerak tajam.
Lewat artikel ini, Gotrade sudah menyiapkan penjelasan lengkap tentang burn rate, cara menghitungnya, dan bagaimana menggunakannya sebagai alat manajemen risiko.
Apa Itu Burn Rate dalam Investasi dan Trading
Burn rate adalah batas toleransi kerugian yang masih bisa kamu tanggung tanpa membuat keuangan atau emosimu terganggu.
Konsep ini menjawab pertanyaan: "Berapa persen drawdown portofolio yang masih aman untukku?"
Berbeda dengan risk tolerance yang bersifat psikologis, burn rate lebih terukur karena mempertimbangkan:
- kestabilan pendapatan
- dana darurat
- cash buffer
- tujuan investasi
- jumlah modal trading
- kondisi keuangan keluarga
Dengan kata lain, burn rate adalah angka yang membantu kamu mengetahui seberapa besar kamu boleh rugi sebelum situasi benar-benar berbahaya.
Manfaat Burn Rate untuk Investor dan Trader
1. Menghindari keputusan panik
Jika tidak tahu batas aman kerugian, setiap penurunan kecil terasa mengancam.
2. Menjaga portofolio tetap sehat
Burn rate membantu kamu menentukan ukuran posisi dan strategi trading yang masuk akal.
3. Membantu memilih instrumen
Investor konservatif memilih ETF, sementara yang burn rate-nya lebih tinggi bisa pertimbangkan saham growth atau opsi.
4. Melindungi tujuan keuangan jangka panjang
Jika kerugian melebihi burn rate, tujuan keluarga seperti dana pendidikan atau rumah bisa ikut terganggu, menurut Investopedia.
Cara Menentukan Burn Rate Pribadi
1. Hitung total portofolio yang “boleh berisiko”
Burn rate hanya dihitung dari dana yang benar-benar siap risiko, bukan:
- dana darurat
- cash buffer
- kebutuhan 3–6 bulan
- tabungan rumah atau pendidikan
Misalnya: Total aset: Rp150 juta, Dana darurat: Rp30 juta, Cash buffer: Rp10 juta, Dana investasi jangka panjang aman: Rp70 juta, Dana risiko tinggi (trading/investasi agresif): Rp40 juta.
Maka dasar burn rate kamu dihitung dari Rp40 juta, bukan Rp150 juta.
2. Tentukan kerugian maksimal yang tidak mengganggu hidup
Tanyakan: "Kerugian berapa besar yang tidak membuatku stres atau mengganggu kebutuhan keluarga?"
Contoh: Jika Rp8 juta hilang tidak mengubah cash flow dan tidak membuat kepanikan, itu bisa dijadikan patokan burn rate awal.
3. Tentukan burn rate dalam bentuk persentase
Lanjutkan contoh sebelumnya: Dana risiko: Rp40 juta, Toleransi kerugian: Rp8 juta.
Burn rate = 8 juta / 40 juta = 20 persen. Artinya, kamu masih aman selama kerugian tidak melebihi 20 persen.
4. Sesuaikan dengan stabilitas pendapatan
Jika pendapatan bulanan stabil, burn rate bisa sedikit lebih tinggi. Jika pendapatan fluktuatif, burn rate sebaiknya lebih rendah (misalnya 10–15 persen).
5. Sesuaikan dengan durasi investasi
Untuk jangka panjang (ETF, saham blue-chip): burn rate dapat lebih longgar. Untuk trading jangka pendek atau opsi: burn rate harus lebih ketat.
6. Revisi burn rate saat tujuan hidup berubah
Burn rate bukan angka permanen. Perbarui saat:
- menikah
- punya anak
- ganti pekerjaan
- mengalami peningkatan atau penurunan penghasilan
Burn rate harus mengikuti kondisi hidup, bukan hanya pasar.
Cara Menggunakan Burn Rate dalam Trading dan Investasi
1. Tentukan ukuran posisi yang aman
Jika burn rate kamu 20 persen dan modal trading Rp40 juta, maka kerugian maksimal Rp8 juta. Dengan ini, kamu bisa menentukan bahwa setiap posisi tidak boleh lebih dari 2–5 persen dari modal.
2. Hindari overtrading
Trader yang melampaui burn rate biasanya sudah membuka terlalu banyak posisi. Burn rate membantu menjaga disiplin.
3. Tentukan kapan harus berhenti trading
Jika kerugian sudah menyentuh burn rate, artinya kamu perlu cooling down. Stop trading sementara, evaluasi strategi, konsolidasi keuangan.
4. Sesuaikan jenis instrumen dengan burn rate
- Burn rate rendah → ETF besar, saham blue-chip, DCA bulanan.
- Burn rate sedang → campuran ETF + saham growth.
- Burn rate tinggi → trading aktif, teknologi growth, atau sebagian kecil opsi.
Instrumen harus mengikuti toleransi risiko, bukan sebaliknya.
5. Gunakan burn rate untuk membangun disiplin psikologis
Jika kamu tahu burn rate kamu aman, kamu tidak mudah panik saat pasar turun.
Contoh Perhitungan Burn Rate
Misalkan kamu ingin membangun modal trading:
- Total modal risiko: Rp20 juta.
- Kamu sanggup menerima kerugian Rp3 juta tanpa stres.
- Maka burn rate = 3 juta / 20 juta = 15 persen.
Interpretasinya: Selama kerugian tidak mencapai 15 persen, portofolio masih aman dan kamu tidak perlu mengubah strategi besar.
Jika kerugian melebihi 15 persen, kamu perlu evaluasi karena itu sudah keluar dari batas risiko pribadi.
Kesimpulan
Burn rate adalah batas toleransi kerugian maksimal yang masih bisa kamu tanggung tanpa mengganggu kondisi keuangan atau mental. Dengan mengetahui burn rate pribadi, kamu bisa mengatur ukuran posisi, menetapkan stop-loss, memilih instrumen investasi yang sesuai, dan menjaga portofolio tetap sehat.
Konsep ini penting baik untuk investor ETF jangka panjang maupun trader aktif yang ingin mengelola risiko lebih cerdas.
Saatnya bangun portofolio investasi yang stabil, kamu bisa melakukannya di Gotrade! Beli saham mulai US$1 dan lakukan trading 24 jam sekarang.
FAQ
- Apakah burn rate sama dengan risk tolerance?
Tidak. Burn rate lebih terukur dan berbasis kondisi keuangan, sementara risk tolerance lebih bersifat psikologis. - Berapa burn rate ideal untuk pemula?
Umumnya 10–20 persen dari modal risiko, tergantung stabilitas pendapatan. - Apakah burn rate bisa berubah?
Ya. Burn rate harus disesuaikan dengan perubahan kondisi keuangan dan tujuan hidup.
Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.