Balanced Investment Strategy: Pengertian, Cara Kerja, dan Contohnya
Banyak investor pemula ingin mendapat pertumbuhan aset yang stabil tetapi tetap terlindungi dari risiko pasar. Di sinilah balanced investment strategy menjadi pendekatan yang sering direkomendasikan.
Strategi ini menggabungkan aset berisiko rendah dan aset berisiko lebih tinggi dalam satu portofolio agar pertumbuhannya seimbang tanpa membuat investor terlalu cemas saat pasar bergejolak.
Lewat artikel ini, Gotrade sudah menyiapkan penjelasan lengkap tentang definisi balanced strategy, cara kerjanya, cara menerapkannya, dan contoh portofolio sederhana yang bisa kamu gunakan.
Apa Itu Balanced Investment Strategy?
Balanced investment strategy adalah strategi membangun portofolio dengan menggabungkan aset berisiko rendah (defensif) dan aset berisiko tinggi (agresif) dalam proporsi tertentu. Tujuannya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan stabilitas.
Instrumen yang biasanya digunakan:
- Aset berisiko rendah: obligasi pemerintah, bond ETF, cash-equivalent
- Aset pertumbuhan: saham blue-chip, saham growth, ETF indeks
Strategi ini cocok untuk investor yang ingin portofolio lebih stabil tetapi tetap mendapatkan imbal hasil dari pasar saham.
Cara Kerja Balanced Investment Strategy
Strategi balanced bekerja dengan prinsip kombinasi risiko. Ketika satu aset turun, aset lain menahan penurunan.
Melansir Investopedia, cara kerjanya terdiri dari tiga konsep:
1. Diversifikasi Risiko
Dengan mencampur saham (lebih fluktuatif) dan obligasi (lebih stabil), portofolio tidak akan bergerak se-ekstrem satu aset saja.
2. Asset Allocation
Portofolio dibangun berdasarkan persentase tertentu. Umumnya:
- 50 persen saham
- 50 persen obligasi
- Atau variasi lain seperti 60/40 dan 70/30.
Alokasi ini menentukan karakter portofolio, apakah lebih agresif atau lebih defensif.
3. Rebalancing Berkala
Seiring waktu, proporsi portofolio akan berubah karena harga aset naik dan turun. Balanced strategy membutuhkan rebalancing 1 atau 2 kali setahun untuk mengembalikan komposisi awal.
Contoh: Jika saham naik terlalu tinggi hingga menjadi 65 persen dari total, portofolio harus dibalik kembali ke 50/50 agar risikonya tetap sesuai rencana.
Kelebihan Balanced Investment Strategy
Mengurangi volatilitas portofolio
Obligasi dan aset defensif membantu meredam pergerakan tajam dari saham.
Cocok untuk investor yang tidak ingin terlalu agresif
Jika kamu sering stres menghadapi fluktuasi besar, strategi balanced membuat pergerakan portofolio lebih tenang.
Pertumbuhan jangka panjang tetap terjaga
Meski tidak seagresif portofolio full-equity, balanced strategy tetap mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan saham.
Lebih mudah diterapkan
Tidak memerlukan timing pasar atau trading aktif. Cukup disiplin dalam alokasi dan rebalancing.
Cocok untuk strategi DCA
Karena risikonya terkontrol, banyak investor menggunakan balanced portfolio untuk DCA bulanan.
Kekurangan Balanced Investment Strategy
- Potensi return lebih rendah: Saat pasar bullish, balanced portfolio biasanya tertinggal karena porsi obligasi cukup besar. Terutama dibanding portofolio agresif.
- Membutuhkan rebalancing: Jika tidak direbalance, proporsi risiko bisa bergeser terlalu jauh dari tujuan awal.
- Tidak selalu optimal saat suku bunga naik: Saat suku bunga naik, aset obligasi bisa turun dan mengurangi stabilitas portofolio.
Cara Menerapkan Balanced Investment Strategy
Berikut langkah-langkah sederhana yang bisa digunakan pemula, dikutip dari Wealth Adviser Group:
1. Tentukan alokasi sesuai profil risiko
Beberapa contoh komposisi balanced:
- 50% saham + 50% obligasi → paling seimbang
- 60% saham + 40% obligasi → sedikit lebih agresif
- 40% saham + 60% obligasi → lebih defensif
Sesuaikan dengan seberapa besar fluktuasi yang bisa kamu toleransi.
2. Pilih instrumen yang sesuai
Untuk investor Indonesia yang ingin portofolio global, kombinasi ETF adalah pilihan paling praktis.
Contoh ETF saham:
Contoh ETF obligasi:
- US Treasury ETF (IEF, GOVT)
- Aggregate Bond ETF (AGG, BND)
3. Terapkan pola pembelian rutin (DCA)
Beli ETF pilihanmu setiap bulan dengan nominal tetap. Strategi ini membantu menjaga biaya rata-rata tetap stabil.
4. Rebalance portofolio setiap 6–12 bulan
Jika alokasi awal adalah 60/40 tetapi berubah menjadi 70/30 karena saham naik, lakukan rebalancing agar risiko kembali seimbang.
5. Hindari over-diversifikasi
Balanced portfolio cukup dengan 2–4 ETF. Terlalu banyak instrumen membuat portofolio sulit dikelola.
Contoh Portofolio Balanced untuk Pemula
Contoh 1: Balanced 50/50
- 50 persen S&P 500 ETF (VOO)
- 50 persen US Treasury Bond ETF (IEF)
Cocok untuk investor yang ingin stabilitas tinggi tetapi tetap mendapatkan pertumbuhan.
Contoh 2: Balanced 60/40 (paling populer)
- 40 persen S&P 500 (VOO)
- 20 persen Nasdaq 100 (QQQ)
- 40 persen Aggregate Bond ETF (BND)
Memberi keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan.
Contoh 3: Balanced Defensif 40/60
- 40 persen Total Market ETF (VTI)
- 60 persen Bond ETF (AGG)
Cocok untuk investor konservatif yang mudah panik saat pasar turun.
Kesimpulan
Balanced investment strategy adalah strategi yang menggabungkan aset berisiko tinggi dan berisiko rendah untuk menciptakan portofolio yang stabil tetapi tetap bertumbuh. Strategi ini cocok untuk pemula, investor konservatif, maupun mereka yang ingin berinvestasi jangka panjang tanpa harus mengikuti pergerakan pasar setiap hari.
Dengan alokasi yang jelas, DCA rutin, dan rebalancing berkala, balanced portfolio bisa menjadi fondasi investasi global yang sehat.
Kalau kamu ingin mulai membangun balanced portfolio dengan ETF dan saham AS, kamu bisa memulai di Gotrade dengan deposit awal US$5, pembelian saham mulai US$1, dan fleksibilitas trading 24 jam / 5 hari.
FAQ
- Apakah balanced strategy cocok untuk pemula?
Ya. Karena risikonya lebih rendah dan mudah dikelola. - Berapa kali portofolio balanced harus direbalance?
Umumnya 1–2 kali setahun sudah cukup. - Apakah balanced strategy bisa mengalahkan pasar?
Tidak selalu, tetapi strategi ini menawarkan risiko yang lebih stabil dibanding full-equity.
Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.