Apa Itu Stock Rating? Kenapa “Buy” Tidak Menjamin Harga Naik

Apa Itu Stock Rating? Kenapa “Buy” Tidak Menjamin Harga Naik

Banyak investor pemula sering menjadikan stock rating sebagai patokan utama untuk membeli saham. Ketika melihat analis memberi rating “Buy”, banyak yang langsung berasumsi harga akan naik. Padahal kenyataannya tidak sesederhana itu. Stock rating membantu memberi gambaran, tetapi bukan jaminan arah harga.

Lewat artikel ini, Gotrade sudah menyiapkan penjelasan sederhana tentang apa itu stock rating, bagaimana analis menyusunnya, serta alasan kenapa rating “Buy” tidak selalu berakhir dengan kenaikan harga saham.

Apa Itu Stock Rating?

Stock rating adalah penilaian yang diberikan oleh analis terhadap prospek suatu saham berdasarkan riset fundamental, kinerja perusahaan, kondisi industri, serta estimasi masa depan. Rating ini dirilis oleh lembaga riset, bank investasi, atau analis profesional.

Menurut Investopedia, rating saham biasanya dibagi ke dalam tiga kategori umum:

  • Buy → saham diperkirakan akan naik
  • Hold → saham dianggap berada di harga wajar
  • Sell → saham berpotensi turun

Beberapa lembaga juga menggunakan istilah lain seperti Overweight, Market Perform, atau Underperform, tetapi inti penilaiannya sama.

Mengapa Stock Rating Penting?

Stock rating memberikan investor gambaran tentang:

  • Bagaimana analis memandang masa depan bisnis
  • Ekspektasi pertumbuhan pendapatan atau laba
  • Risiko dan tantangan yang mungkin muncul
  • Penilaian objektif yang didukung data

Rating membantu pemula memahami konteks, terutama untuk saham besar seperti Apple, Tesla, atau Amazon.

Tapi penting diingat: rating bukan kepastian, hanya interpretasi analis berdasarkan data saat ini.

Bagaimana Analis Menyusun Stock Rating?

Proses pembuatan rating cukup panjang dan melibatkan berbagai tahapan riset:

1. Analisis fundamental

Analis mengevaluasi financial statement:

2. Analisis industri

Melihat apakah sektor perusahaan sedang berkembang atau menurun.

3. Valuasi

Menggunakan rasio seperti P/E, EV/EBITDA, PEG, atau discounted cash flow.

4. Perbandingan dengan kompetitor

Menilai posisi perusahaan dalam pasar.

5. Proyeksi masa depan

Membuat estimasi pendapatan, profit, dan potensi risiko.

Berdasarkan keseluruhan analisis itulah rating “Buy”, “Hold”, atau “Sell” ditentukan.

Masalahnya: Rating Tidak Bisa Memastikan Arah Harga

Stock rating sering dianggap sebagai sinyal kuat, padahal kenyataannya tidak selalu akurat. Ada beberapa alasan mengapa rating “Buy” tidak serta-merta membuat harga saham naik.

1. Market bisa berpikir berbeda

Analis hanyalah sebagian kecil dari pasar. Jika pasar menilai risiko lebih tinggi dibanding analis, rating tidak akan menggerakkan harga.

Contoh: Jika analis memberi rating “Buy” pada saham teknologi, tetapi market sedang risk-off, harga bisa tetap jatuh.

2. Rating berubah lebih lambat daripada harga

Harga saham bergerak setiap detik. Sementara itu, revisi rating biasanya dilakukan:

  • Setelah rilis earnings
  • Setelah muncul berita penting
  • Setelah rapat internal analis

Artinya, harga sering lebih cepat daripada laporan analis.

3. Rating berdasarkan proyeksi, bukan realita hari ini

Analis membuat estimasi berdasarkan data yang bisa saja berubah sewaktu-waktu.

Jika ada:

  • Regulasi baru
  • Penurunan permintaan
  • Kompetitor lebih kuat

Proyeksi analis bisa menjadi tidak relevan.

4. Banyak rating yang bias optimisme

Melansir data dari beberapa bank investasi besar di AS, mayoritas rating saham cenderung “Buy” dibanding “Sell”. Ini karena hubungan analis dengan perusahaan sering berkaitan dengan proses riset, event investor, dan komunikasi manajemen.

Akibatnya, rating kadang terlalu optimis dibanding kondisi pasar.

5. Analisis tidak bisa memprediksi catalyst tak terduga

Beberapa catalyst muncul tiba-tiba, misalnya:

  • Data ekonomi yang buruk
  • Suku bunga naik
  • Gugatan hukum
  • Masalah manajemen
  • Buruknya sentimen market global

Kondisi seperti ini bisa membuat rating “Buy” menjadi tidak relevan lagi.

Apa yang Perlu Dilihat Selain Stock Rating?

Berikut pendekatan lebih seimbang agar kamu tidak bergantung penuh pada rating analis.

1. Cek Target Price

Target price menunjukkan estimasi harga paling realistis menurut analis. Jika harga sekarang sudah berada dekat target price, potensi upside biasanya terbatas.

2. Perhatikan Konsensus (Bukan Satu Analis)

Gunakan platform yang menampilkan konsensus dari banyak analis. Jika 25 analis memberi “Buy”, itu berbeda dengan hanya 1 analis memberi “Buy”.

3. Baca Rationale-nya

Biasanya rating disertai alasan seperti:

  • Pertumbuhan revenue
  • Ekspansi pasar
  • Peluncuran produk
  • Efisiensi biaya

Ini lebih penting daripada label “Buy” itu sendiri.

4. Cek Fundamental Dasarnya

Rating bisa berubah, tetapi fundamental perusahaan cenderung konsisten dalam jangka panjang.

Cek:

  • Pertumbuhan pendapatan
  • Total addressable market
  • Profitabilitas
  • Manajemen
  • Arus kas

Jika semuanya kuat, rating hanya menjadi konfirmasi tambahan.

5. Lihat Sentimen Makro

Bahkan saham terbaik bisa turun ketika sentimen makro buruk.

Jika:

  • Fed menaikkan suku bunga
  • Inflasi naik
  • Risiko geopolitik meningkat

Harga saham dapat turun meski rating analis tetap “Buy”.

Contoh Situasi Ketika Rating “Buy” Tidak Berarti Naik

Misal analis memberi “Buy” pada saham teknologi A karena fundamental kuat. Namun pasar sedang:

  • Risk-off
  • Harga minyak naik
  • Inflasi masih tinggi
  • Suku bunga belum pasti turun

Saham A bisa saja tetap turun karena kondisi makro mendominasi.

Ini membuktikan: label rating bukan pendorong utama harga—sentimenlah yang menggerakkan pasar.

Kesimpulan

Stock rating adalah alat bantu untuk menilai prospek sebuah saham berdasarkan analisis fundamental dan proyeksi analis. Namun rating bukan jaminan harga akan naik, karena pasar bergerak berdasarkan sentimen, kondisi makro, dan catalyst yang kadang sulit diprediksi.

Gunakan rating sebagai referensi tambahan, bukan penentu utama keputusan investasi.

FAQ

  1. Apakah rating “Buy” selalu akurat?
    Tidak. Rating hanya estimasi analis, bukan prediksi pasti.
  2. Mana yang lebih penting: rating atau fundamental?
    Fundamental lebih stabil, sementara rating bisa berubah cepat.
  3. Berapa banyak analis yang perlu dilihat?
    Semakin banyak konsensus analis, semakin representatif gambaran pasar.

Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.

Read more