Apa Itu Risk Capacity dan Perbedaannya dengan Risk Tolerance
Banyak investor pemula mengira bahwa risk capacity dan risk tolerance adalah hal yang sama. Padahal, keduanya punya arti berbeda dan sangat penting untuk menentukan strategi investasi yang aman, nyaman, dan sesuai tujuan jangka panjang.
Mengetahui perbedaan dua konsep ini bisa membantu kamu membuat keputusan yang lebih rasional, menghindari stres berlebihan saat pasar turun, dan menyusun portofolio yang benar-benar cocok dengan kondisi hidupmu.
Kali ini, Gotrade akan membahas apa itu risk capacity, cara membedakannya dari risk tolerance, serta mengapa memahami kedua konsep ini adalah kunci sukses manajemen risiko.
Apa Itu Risk Capacity?
Risk capacity adalah seberapa besar kemampuan finansial kamu untuk menanggung risiko tanpa mengganggu kebutuhan hidup penting. Sederhananya, ini adalah batas kerugian yang masih bisa kamu toleransi secara ekonomi, bukan secara emosional.
Melansir Corporate Finance Institute, risk capacity dipengaruhi oleh faktor seperti pendapatan, tabungan saat ini, stabilitas kerja, dana darurat, tanggungan keluarga, dan kondisi keuangan jangka panjang. Semakin kuat fondasi keuanganmu, semakin besar kapasitas risiko yang kamu miliki.
Contoh sederhana: Orang dengan gaji stabil, dana darurat 6 bulan, serta tidak memiliki utang konsumtif biasanya memiliki risk capacity tinggi.
Sebaliknya, seseorang yang berpendapatan tidak tetap atau punya tanggungan keluarga besar mungkin punya risk capacity rendah, meskipun merasa berani ambil risiko. Jadi risk capacity adalah soal kemampuan objektif, bukan keberanian subjektif.
Mengenal Risk Tolerance
Risk tolerance adalah seberapa besar risiko yang bisa kamu terima secara psikologis. Ini lebih berhubungan dengan kenyamanan emosional, kepribadian, dan pengalaman investasi.
Menurut Investopedia, risk tolerance dipengaruhi oleh faktor seperti usia, pengalaman menghadapi volatilitas pasar, dan seberapa besar fluktuasi nilai portofolio yang bisa kamu terima tanpa panik.
Contoh: Jika harga portofolio turun 10 persen lalu kamu panik ingin jual semua, berarti tingkat risk tolerance kamu rendah.
Jika kamu bisa melihat koreksi pasar sebagai bagian normal dari siklus investasi, risk tolerance kamu lebih tinggi. Risk tolerance adalah tentang reaksi emosional, bukan kondisi keuangan.
Perbedaan Utama Risk Capacity dan Risk Tolerance
Meskipun terdengar mirip, kedua konsep ini punya perbedaan mendasar.
1. Aspek yang diukur
Risk capacity mengukur kemampuan finansial. Risk tolerance mengukur kenyamanan psikologis. Kamu mungkin mampu kehilangan 20 persen tanpa masalah keuangan, tetapi secara mental tidak siap menghadapi fluktuasinya.
2. Faktor yang memengaruhi
Risk capacity dipengaruhi oleh pendapatan, tanggungan, dana darurat, dan kondisi keuangan. Risk tolerance dipengaruhi oleh kepribadian, pengalaman, dan preferensi individu.
3. Dampak pada portofolio
Risk capacity menentukan seberapa banyak aset berisiko yang “layak” berada di portofoliomu. Risk tolerance menentukan seberapa banyak volatilitas yang bisa kamu hadapi tanpa mengambil keputusan emosional.
Idealnya, strategi investasi kamu harus mengikuti kombinasi keduanya, bukan salah satu saja.
Contoh Situasi untuk Memahami Bedanya
1. Pendapatan tinggi tapi mudah panik
Seseorang mungkin punya pendapatan besar dan stabil sehingga risk capacity tinggi. Namun jika ia mudah stres melihat portofolio turun 5 persen, berarti risk tolerance rendah. Solusi: pilih aset dengan volatilitas rendah atau gunakan ETF yang lebih stabil.
2. Pendapatan rendah namun berani spekulasi
Ada juga orang yang pendapatannya tidak stabil tapi merasa berani ambil risiko tinggi (risk tolerance tinggi), misalnya membeli saham teknologi yang sangat volatil. Ini berbahaya karena risk capacity rendah dapat merusak kondisi finansial jika terjadi kerugian besar. Solusi: fokus pada aset defensif dan alokasi kecil untuk aset berisiko.
3. Investor berpengalaman dengan kondisi finansial kuat
Kombinasi risk capacity tinggi dan risk tolerance tinggi sering dimiliki investor berpengalaman, yang membuat mereka lebih siap menghadapi volatilitas pasar. Solusi: strategi pertumbuhan jangka panjang bisa lebih agresif.
Cara Menentukan Risk Capacity
Gunakan beberapa indikator sederhana berikut:
1. Dana darurat
Idealnya 3–6 bulan pengeluaran. Semakin besar cadanganmu, semakin tinggi risk capacity.
2. Stabilitas pendapatan
Freelancer atau pekerja kontrak biasanya memiliki risk capacity lebih rendah dibanding pekerja tetap.
3. Beban keuangan keluarga
Tanggungan pendidikan, cicilan rumah, atau biaya orang tua akan menurunkan kapasitas risiko.
4. Tujuan investasi
Tujuan jangka pendek memiliki risk capacity lebih rendah dibanding tujuan jangka panjang.
Cara Mengukur Risk Tolerance Kamu
Beberapa cara sederhana:
1. Refleksi reaksi kamu saat pasar turun
Apakah kamu panik? Atau santai melihatnya sebagai kesempatan beli?
2. Gunakan kuis profil risiko
Banyak platform investasi menyediakan tes sederhana untuk mengukur risk tolerance.
3. Evaluasi pengalaman masa lalu
Semakin sering kamu melihat pasar naik-turun, biasanya toleransinya makin besar.
Cara Menyusun Portofolio Berdasarkan Risk Capacity dan Risk Tolerance
1. Prioritaskan risk capacity
Karena ini berkaitan dengan kemampuan finansial objektif, gunakan risk capacity sebagai batas utama.
2. Sesuaikan dengan kenyamanan psikologis
Portofolio yang terlalu agresif akan memicu keputusan impulsif.
3. Gunakan kombinasi saham, ETF, dan instrumen rendah risiko
Bagi portofolio sesuai kemampuan menyerap volatilitas.
4. Lakukan penyesuaian setiap 1 tahun
Kondisi keuangan berubah, begitu juga risk profile kamu.
Kesimpulan
Risk capacity dan risk tolerance adalah dua konsep penting dalam manajemen risiko. Risk capacity berbicara tentang kemampuan finansial, sementara risk tolerance membahas kenyamanan emosional.
Kombinasi keduanya akan membantu kamu memilih strategi investasi yang lebih sehat, konsisten, dan cocok dengan tujuan jangka panjang.
Mulai membangun portofolio global yang sesuai profil risiko kamu di Gotrade, modal mulai Rp15.000 saja. Yuk, unduh apps-nya!
FAQ
1. Mana yang lebih penting, risk capacity atau risk tolerance?
Keduanya penting, tetapi risk capacity harus menjadi batas utama karena berkaitan dengan kemampuan finansial objektif.
2. Apakah risk tolerance bisa berubah?
Bisa. Semakin banyak pengalaman investasi, biasanya toleransi risiko meningkat.
3. Apakah investor pemula sebaiknya agresif atau konservatif?
Tergantung kondisi keuangan dan kenyamanan pribadi. Banyak pemula memulai dengan ETF yang stabil.
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures adalah Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.